Hidayatullah Heran Warga Tolak Autopsi Siyono

Iklan Semua Halaman

Banner Iklan Sariksa

.

Hidayatullah Heran Warga Tolak Autopsi Siyono

Sulthan
Kamis, 31 Maret 2016
Jenazah almarhum Siyono tidak jadi diautopsi hari ini. Autopsi dimaksudkan untuk mengetahui penyebab kematian warga Klaten tersebut.

Siyono ditangkap Densus 88 pada 9 Maret karena diduga terlibat dalam jaringan teroris. Namun, dia meninggal dalam perjalanan. Polisi menyebut karena Siyono melakukan perlawanan di dalam mobil.
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menjelaskan autopsi tidak jadi dilakukan karena adanya penolakan dari Kepala Desa Pogung, tempat Siyono dimakamkan.

Hidayatullah Aktivis HMI-MPO Cabang Pekanbaru.
Autopsi ulang jenazah Siyono oleh dokter RS Muhammadiyah yang semestinya dilakukan Rabu (30/3/2016) ditunda. Penundaan ini disebut-sebut karena dihalangi oleh warga sekitar.

Hal ini disesalkan oleh Aktivis HMI-MPO, Hidayatullah. "Saya kira ini ada permainan pihak - pihak bermasalah, kan baru - baru ini ada uang 2 gepok yang diterima istri almarhum dan dalam bahasa pemberian itukan untuk mengikhlaskan begitu saja, sekarang malah warga tak terima almarhum siyono di otopsi kan ganjil, bahkan kepala desanya malah mengancam mengusir keluarga siyono, ini pasti ada permainan" kata Hidayatullah, Rabu (30/3/2016).

Beberapa hari yang lalu secara tiba-tiba muncul pergerakan dari aparatur desa, yang mengadakan rapat untuk membahas kematian Siyono. Tanpa penjelasan rinci, rapat itu dikabarkan telah mengambil keputusan kalau tokoh masyarakat menolak adanya proses autopsi kepada jenazah Siyono.


Padahal, lanjut Hidayatullah, autopsi merupakan sebuah tindakan medis yang dikategorikan sangat biasa, terlebih bagi para terduga teroris yang meninggal dunia. Maka itu, ia mengaku cukup heran dengan kondisi terakhir yang seakan menghambat dan menyulitkan proses penegakan hukum. 

Hidayatullah meminta jangan ada pihak yang memperkeruh suasana dengan melakukan adu domba karena dikhawatirkan menimbulkan konflik horizontal. Ia berharap masyarakat sekitar dapat berpikir jernih, sehingga tidak mudah terhasut pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.


Sebelumnya istri Siyono sempat menerima uang yang dibungkus koran dan diikat lakban berwarna coklat itu diberikan seseorang yang diduga salah satu anggota Polwan untuk biaya pemakaman suaminya dan biaya santunan untuk anak-anaknya.
Padahal, pihak keluarga hanya meminta agar Siyono diautopsi karena menganggap kematiannya tidak wajar.
Mengadu ke Muhammadiyah
Hingga diserahkan ke PP Muhammadiyah, dua bungkus uang itu sama sekali tidak dibuka oleh Suratmi. Selain memberikan uang, ia juga diminta agar mengikhlaskan kepergian suaminya, Siyono.
Uang tersebut kemudian diserahkan di Busyro Muqoddas, ketua bidang Hukum dan HAM PP Muhammadiyah. Busyro menyatakan uang tersebut akan disimpan dan dijadikan barang bukti untuk advokasi.
Belum diketahui berapa jumlah uang yang diberikan Polri kepada keluarga Siyono. "Akan kita simpan dan menjadi bahan sekaligus bukti guna melakukan pendampingan advokasi," kata Busyro.
Kapolri Membantah
Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti membantah memberi uang sogok ke keluarga Siyono, terduga teroris yang tewas setelah ditahan Densus 88 Antiteror, sebagai kompensasi.
Diketahui, keluarga Siyono menerima dua gepok uang dari Polri sebagai biaya santunan.
"Bukan, itu uang bina. Sogok mana maulah orang," ujar Badrodin saat dihubungi, Selasa (29/3/2016).
Badrodin menganggap wajar pemberian uang itu sebagai tanda duka cita. Ia pun tak mempermasalahkan jika keluarga enggan menerimanya.
"Begini ya, namanya kemanusiaan. Kalau tidak mau terima, ya tidak apa-apa," kata Badrodin.